Tikus
sawah merupakan hama utama penyebab kerusakan padi di wilayah Kecamatan Gampengrejo.
Penyerangannya dilakukan sejak padi di persemaian sampai panen, bahkan tikus
sawah pun menjadi hama di gudang
penyimpanan padi. Rata-rata tingkat kerusakan pada tanaman padi yang
diakibatkan serangan hama tikus sawah mencapai 17% per tahun.
Permasalahan ini antara lain disebabkan pengendalian tikus di tingkat petani dilakukan setelah terjadi serangan (karena lemahnya monitoring), sehingga penanganan hama tikus menjadi terlambat.
Permasalahan ini antara lain disebabkan pengendalian tikus di tingkat petani dilakukan setelah terjadi serangan (karena lemahnya monitoring), sehingga penanganan hama tikus menjadi terlambat.
Disamping
itu pemahaman petani mengenai informasi aspek dinamika populasi tikus, yang
menjadi dasar dalam pengendalian juga masih kurang. Kecenderungan petani
masih kurang peduli dalam menyediakan sarana pengendalian tikus, organisasi
pengendalian yang masih lemah, dan pelaksanaan pengendalian yang tidak
berkelanjutan dapat mengakibatkan meningkatnya hama tikus sawah.
Daya rusak tikus sawah terhadap tanaman padi
Daya rusak berkaitan dengan perilaku mengerat
tikus
sawah. Hal tersebut berdampak
kerusakan
tanaman
padi 5 kali lipat
dari kebutuhan
makannya. Pada saat pesemaian, kerusakan terjadi
karena benih dimakan
atau
dicabut. Seekor tikus sawah mampu
merusak
± 283 bibit per malam
(126- 522 bibit berumur 2 hari). Pada stadia anakan
hingga anakan
maksimal,
tikus
merusak dengan
cara memakan bagian
titik tumbuh dan pangkal batang
yang lunak, sedangkan bagian lain
ditinggalkannya.
Daya
rusak pada periode tersebut ±
80 batang
per
malam (11-176
tunas). Ketika
padi bunting,
tikus merusak
± 103 batang per malam
(24-246 tunas). Sedangkan
pada waktu padi bermalai,
daya
rusak ±
12
malai per malam (1-
35 malai).
Dari sejumlah
malai yang dipotongnya,
tikus hanya mengkonsumsi beberapa
bulir gabah dan selebihnya dibiarkan berserakan.
RAGAM KOMPONEN
TEKNOLOGI
PENGENDALIAN TIKUS SAWAH
Sanitasi lingkungan dan manipulasi habitat
Dengan sanitasi, tikus akan
kehilangan tempat berlindung sementara(shelter),
tempat membuat sarang (nesting site), dan pakan alternatif berupa beberapa jenis gulma. Dilakukan terutama pada awal tanam
dan
selanjutnya
selama terdapat pertanaman. Meliputi tindakan
pembersihan
gulma,
semak, lokasi
bersarang,
dan
habitat
tikus seperti batas
perkampungan, tanggul irigasi, pematang,
tanggul
jalan,
parit dan saluran
irigasi. Juga
dilakukan minimalisasi
ukuran pematang (tinggi
dan lebar pematang kurang dari 30 cm) untuk mengurangi tempat
tikus
berkembang biak.
Kultur Teknis
Bertujuan mengkondisikan
lingkungan sawah, yang
merupakan
“rumah” bagi tikus sawah,
agar kurang mendukung
kelangsungan hidup (survival) dan reproduksinya. Dalam
pelaksanaannya, pengendalian secara
kultur
teknis diintegrasikan dengan pelaksanaan budidaya padi. Beberapa
teknik yang dapat
dilaksanakan
meliputi
:
a.
Tanam
dan panen serempak
Dalam satu
hamparan usahakan tanam serempak
(minimal
50
ha).
Apabila tidak memungkinkan,
atur
agar selisih waktu tanam
maksimal
2 minggu. Atau tanam varietas
padi umur panjang lebih dahulu, kemudian dilanjutkan tanam
varietas genjah
(umur pendek). Hal tersebut bertujuan
untuk membatasi
ketersediaan
pakan bagi tikus
sawah
sehingga
tidak
mampu berkembangbiak terus menerus.
b.
Pengaturan pola tanam
Pada daerah
endemik, dianjurkan untuk melakukan pola tanam padi-padi- bera,
padi-padi-palawija, atau padi-palawija-padi. Kondisi bera
(panjang)
diharapkan
mampu
memutus siklus hidup dan menekan
kerapatan populasi tikus. Pada
pertanaman
palawija,
tikus sawah
tidak mampu
berkembang
biak optimal
sehingga jumlah anak yang dilahirkannya
tidak sebanyak apabila
terdapat
tanaman
padi.
c.
Pengaturan jarak tanam / tata tanam legowo
Cirikhas petak sawah
yang
terserang
tikus sawah adalah ‘botak’
pada bagian tengah petak. Pada serangan
berat,
daerah
terserang
meluas
hingga tepi petak dan hanya menyisakan 1-2 baris
tanaman di dekat pematang. Perilaku
tersebut
dilakukan
oleh tikus
untuk melindungi
daerah sarangnya
yang
biasanya berada pada pematang. Dengan
sistem
tata tanam legowo, terdapat lorong-lorong
panjang dan petak sawah ‘lebih
terbuka’. Secara alami, tikus
sawah kurang suka
dengan kondisi
tersebut karena keberadaannya
mudah diketahui oleh predator
Gropyok
massal,
rutin, dan berkelanjutan (terus menerus)
Melibatkan seluruh
petani,
kelompok tani, dan segenap warga. Merupakan kegiatan “wajib” sebelum mulai
musim
tanam, kemudian lanjutkan
secara
rutin
(misalnya
1 minggu sekali) hingga populasi tikus
benar-benar
turun.
Gunakan berbagai cara menangkap/membunuh
tikus,
seperti
penggalian lubang,
pemukulan, penjaringan, perburuan dengan anjing dll.
Kombinasikan dengan teknik
lain
seperti fumigasi dan sanitasi.
Pada
pelaksanaannya,
beragam metode tersebut dapat dilakukan
bersama. Pada saat gropyokan,
di larang
menggunakan senjata tajam
seperti
parang, pedang,
sabit, dll. Cukup
gunakan bilah bambu atau
pemukul dari ranting
kayu untuk membunuh tikus.
Tikus
yang
keluar
dari lubangnya akan berlari secara acak, sehingga
dikhawatirkan bisa terjadi kecelakaan/melukai orang yang ikut
gropyokan jika menggunakan
senjata
tajam.
Fumigasi / pengemposan
Fumigasi efektif membunuh tikus beserta
anak-anaknya
di
dalam lubang
sarangnya.
Fumigan
yang
murah dan terbukti
efektif
adalah SO2 (sulfur oksida) yang dihasilkan dari pembakaran jerami kering dan belerang dalam alat
pengempos
tikus. Lubang tikus yang telah diempos tidak perlu digali. Setelah
diempos, tutup
lubang tersebut
menggunakan
lumpur atau tanah agar
tikus mati
di dalam
lubang sarangnya. Penutupan juga menghambat
penggunaan
lubang tersebut sebagai sarang oleh
tikus lain
yang datang
kemudian.
Lakukan
fumigasi pada
habitat
utama tikus,
seperti
tanggul
irigasi, pematang
besar,
tanggul
jalan,
pekarangan
dekat sawah,
dan lokasi
lain
yang terdapat lubang aktif. Lakukan fumigasi
selama pertanaman berlangsung,
terutama pada
padi stadia
generatif karena
pada waktu
tersebut sebagian
besar tikus betina beserta anak-anaknya berada dalam
lubang sarang.
Rodentisida / pengumpanan beracun
Kesalahan fatal yang umum dilakukan
petani
adalah penggunaan rodentisida
ketika tanaman
padinya telah terserang
(berat)
oleh tikus sawah. Pada kondisi
di atas, tindakan pengumpanan yang dilakukan adalah suatu
kesia-siaan, karena tikus
sawah lebih
tertarik
tanaman padi daripada
umpan
beracun
yang
diberikan. Penggunaan
rodentisida
harus sesuai
dosis anjuran. Berdasar
cara
kerjanya, terdapat dua bentuk
rodentisida
yaitu akut dan antikoagulan.
Rodentisida akut mampu membunuh tikus
langsung di tempat peletakkan
umpan.
Sedangkan pemakaian rodentisida
antikoagulan membunuh tikus dalam rentang 3-5 hari setelah makan dengan
dosis cukup.
Keberhasilan pengumpanan
sangat
dipengaruhi
oleh waktu aplikasi, jenis
umpan, penempatan, dan stadia padi
di
lapangan.
Waktu
paling tepat untuk penggunaan
rodentisida
adalah pada saat
bera
pratanam
dan
olah lahan. Saat tersebut merupakan
waktu kritis bagi tikus
sawah karena
terjadi kelangkaan
pakan, sehingga
umpan
beracun
akan
dimakannya.
Bila populasi tikus masih tinggi, pemakaian rodentisida dapat
diperpanjang
hingga
pesemaian
dan
maksimal pada padi
stadia
anakan
(20 HST). Setelah
periode tersebut, tikus akan lebih
memilih
makan
tanaman
padi.
Tempatkan umpan
dalam tabung
bambu (panjang ±
20 cm)
agar
tidak dimakan hewan selain
tikus.
Penggunaan rodentisida sebaiknya merupakan
alternatif
terakhir apabila
metode
lain
tidak efektif.
Pengendalian secara
hayati / biologi
Cara termudah
adalah dengan memberikan lingkungan yang sesuai
dan tidak
mengganggu atau
membunuh
musuh alami
tikus sawah. Pada ekosistem sawah irigasi,
peran
musuh alami
kurang nyata dalam menekan
populasi tikus. Ragam
pemangsa
tikus sawah seperti
kucing, anjing, garangan, burung hantu, burung kowak maling, alap-alap tikus, kobra
hitam,
kobra
raja, ular bajing hijau,
dan
ular boa/sanca. Patogen
berupa mikroorganisme penyebab sakit dan kematian
tikus,
meliputi berbagai jenis cacing, bakteri,
virus, dan protozoa.
Beragam cacing parasitik di dalam tubuh tikus sawah ternyata
tidak menimbulkan kematian
secara langsung,
dan hanya menurunkan kualitas
hidup
inangnya. Pengunaan bakteri salmonella (dicampur dalam umpan) telah dikembangkan di
Vietnam,
meskipun
tersebut
berbahaya bagi manusia. Australia mengembangkan metode pemandulan
(imunokontrasepsi)
dengan suatu jenis virus
yang
spesifik.
REKOMENDASI TINDAKAN
PENGENDALIAN
Pemilihan kombinasi teknologi pengendalian
disesuaikan dengan kondisi agroekosistem
budidaya padi
di lokasi
sasaran pengendalian dan stadia tumbuh tanaman padi.
Kegiatan pengendalian tikus ditekankan pada awal musim
tanam untuk menekan
populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa
reproduksi.
Kombinasi Teknologi Pengendalian Tikus.
Cara pengendalian
|
Bera
|
Olah tanah
|
Semai
|
Tanam
|
Bertunas
|
Bunting
|
Matang
|
Tanam
serempak
|
+
|
+
|
|||||
Sanitasi
habitat
|
+
|
++
|
+
|
+
|
|||
Gropyok
massal
|
+
|
++
|
+
|
||||
Fumigasi
|
++
|
++
|
|||||
Rodentisida*
|
+
|
Keterangan: + = dilakukan; ++ = difokuskan; * = jika diperlukan; LTBS = sistem bubu perangkap linear; TBS = sistem bubu perangkap
siiip... info bagus....
BalasHapusSama - sama pak, semoga bermanfaat
BalasHapusAmiiin.... Smg populasi tikus dpt dikendalikan dibawah ambang ekonomi... Biar petani tetap untung....
BalasHapus